3.1.a.8. Koneksi Antarmateri
- Modul 3.1
Kegiatan Pemantik:
Bacalah kutipan ini dan tafsirkan apa maksudnya:
“Mengajarkan anak
menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah
yang terbaik”
(Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best).
Bob Talbert
“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik” hal ini bermakna bahwa setiap sesuatu yang kita lakukan mestilah mengutamakan kualitas daripada kuantitas, dalam keseharian kita kualitas selalu hadir dalam berbagai bentu diantara banyak kuantitas juga muncul. Nilai-nilai kebajikan: saling peduli, saling menghargai, saling menyayangi, bersikap adil dan lain-lain adalah kualitas hidup yang hadir dalam keseharian kita, disamping atau berbarengan dengan pengetahuan dan ketrampilan yang kita dapatkan. Sebagai pemimpin pembelajaran kita mendapatkan ruang lebih besar untuk “mendapatkan” dan “merekayasa” nilai-nilai kebajikan serta mendapatkan kesempatan untuk “membagikan” nilai-nilai kebajikan tersebut agar porsinya yang tepat. Kesempatan tersebut jika dimanfaatkan dengan bijak dan penuh kebaikan maka akan berdampak pula bagi kebaikan pembelajaran sehari-hari yang kita lakukan, yang pada akhirnya juga berdampak besar bagi baiknya sistem pendidikan kita.
Lingkungan sosial kita tentunya sebuah lingkungan yang sangat beragam dalam segala hal misalnya dalam hal umur, sikap, pandangan dan pengetahuan. Keragaman ini tentunya juga menghasilkan cara respon yang berbeda pula terhadap sesuatu, termasuk didalamnya terhadap suatu keputusan yang ada dihadapan mereka, respon terhadap suatu keputusan akan berada pada dua hal yang saling berhadapan yaitu: menerima-tidak menerima, menjalankan-tidak menjalankan, positif-negatif dan lain-lain. Disisi lain sebagai pembuat keputusan, kita membuat keputusan tentunya dengan harapan dapat bernilai positif dihadapan orang lain. Mengingat peliknya konstruksi sebuah keputusan maka sebagai pemimpin pembelajaran perlu membangun cara pandang di dalam dirinya terhadap sesuatu, cara pandang tersebut bisa di dapatkan dari bahan bacaan, refleksi pengalaman diri, refleksi pengalaman orang lain dan yang tidak kalah penting adalah membangun pikiran positif dalam diri. Cara pandang seorang pembuat keputusan tentu akan terlihat dalam keputusan-keputusan yang ia buat, yang juga terefleksi kepada yang menerima keputusan. Di dalam modul 3.1 telah dijabarkan bahwa setiap keputusan yang diambil di sekolah mesti didasarkan pada 3 unsur yaitu: berpihak pada murid, didasarkan pada nilai kebajikan universal dan dibuat dengan bertanggunggung jawab.
Bagaimana Anda sebagai seorang pemimpin pembelajaran dapat berkontribusi pada proses pembelajaran murid, dalam pengambilan keputusan AndaSebagai pemimpin pembelajaran haruslah
menempatkan kepentingan murid di atas semua kepentingan yang ada, dalam bahasa
Ki Hajar Dewantara disebutkan sebagai “pendidikan yang berpihak pada murid”.
Dengan paradigma berpikir di atas maka seorang pemimpin pembelajaran akan melakukan
pertimbangan yang matang dalam membuat keputusan, demikian juga keputusan yang
dibuat akan dipertimbangkan dengan seksama ranah praktis matang dan
seksama diartikan sebagai 9 langkah
poengambilan keputusan. Keputusan yang diambil dengan matang dan seksama
tersebut akan menjadikan sekolah sebagai tempat yang nyaman bagi semua unsur
yang ada, baik guru, murid atau orang
tua. Jika tiga unsur telah merasa nyaman dan diperlakukan dengan adil maka
partisipasi 3 elemen ini akan menjadikan sekolah sebagai tempat belajar
terbaik. Yang tidak kalah penting sebagai konsekuensi keberpihakan kepada murid
adalah seorang pemimpin pembelajaran selalu reflektif dan kritis terhadap
keputusan-keputusan sebelumnya dengan pertanyaan; apakah sudah sesuai dengan
kebutuhan/kepentingan murid saat ini?
Menurut Anda, apakah maksud dari kutipan ini jika dihubungkan dengan proses pembelajaran yang telah Anda alami di modul ini? Jelaskan pendapat Anda.
Education is the art of making man ethical. (Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis).~ Georg Wilhelm Friedrich Hegel ~
Maksud kutipan tersebut adalah bahwa esensi utama pendidikan
yang kita lakukan agar menjadikan manusia berperilaku etis, berperilaku etis
maksudnya ia menempatkan nilai-nilai kemanusiaan dan nilai moral (baik-buruk)
seperti saling menghargai, saling mengasihi, saling toleransi, pro kebaikan dan
lain-lain pada tempat yang seharusnya. Sekolah sebagai institusi pendidikan
haruslah menjadi tempat para murid mengenali dan mempraktekkan nilai-nilai
moral, sekolah harus menjadi tempat yang memberi ruang seluas-luasnya bagi tumbuh
dan berkembang nilai-nilai kebaikan, sekolah lewat keputusan oleh pemimpin
pembelajaran haruslah membuat menghasilkan keputusan yang benar-benar mempertimbangkan
nilai etika.
Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?
Filosofi dalam bahasa Jawa
oleh KHD Ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani
yang berarti di depan memberi teladan, ditengah membangun
motivasi/dorongan, dibelakang memberi dukungan. Hal ini dapat kita artikan
bahwa terdapat setidaknya tiga peran yang harus dimainkan oleh seorang guru
agar pendidikan dapat tercapai pada tujuan yang diinginkan, tentunya sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional. Tiga peran tersebut menyatu dalam diri
seorang guru bukan hanya ketika aktifitasnya saat menuntun murid akan tetapi
saat perannya sebagai pemimpin pembelajaran atau pemimpin bidang pendididkan,
tiga peran secara bersamaan inilah nantinya yang menjadi jaminan bagi
tercapainya kodrat manusia Indonesia. Dalam hal kaitannya dengan modul 3.1
tentang Pengambilan
Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin, seorang guru yang
berperan sebagai pemimpin maka sangat dituntun memainkan peran yang lebih baik
dari prinsip Pratap Triloka ini, sebab ia menjadi sumbu as bagi aktifitas
dan seimbangnya perputaran roda unit pendidikan (sekolah), jika kita umpamakan
sebuah roda sepeda, maka seorang pemimpin adalah pengayuh yang harus menjaga
keseimbangan, kecepatan, memperhatikan keadaan jalan dan tanjakan supaya tujuan unit pendidikan dapat tercapai
dalam waktu yang tepat sesuai yang dicita-citakan. Seorang pengayuh juga harus
tahu saat mengerem atau mengarahkan kembali sepedanya ketika tergelincir. Jadi
menjadi pemimpin haruslah mengaktifkan seluruh indra dan rasa agar kepemimpinanya
lebih baik, disinilah tadi disebutkan bahwa ada nilai lebih yang dituntut bagi
seorang pemimpin pembelajaran berkaitan dengan memainkan peran pratap triloka.
Di awal modul 1.2 terdapat kutipan "Perubahan yang kita lakukan di pendidikan harus menuju pada suatu titik yang memanusiakan manusia dan memperkuat nilai kemanusiaan kita." (Iwan Syahril Dirjen GTK Kemdikbudristek, Refleksi atas Asas Konvergensi Ki Hadjar Dewantara). Dalam modul 1.2 juga ditegaskan bahwa Nilai kemanusiaan atau nilai kebajikan universallah yang dapat dijadikan landasan bersama untuk disepakati,nilai kebajikan tersebut misalnya mengahargai orang lain, kolaboratif, mandiri, inovatif, toleran dan lain-lain. Di modul tersebut juga dijelaskan “Rokeach (dalam Abdul H., 2015), menyatakan bahwa nilai merupakan keyakinan sebagai standar yang mengarahkan perbuatan dan tolok ukur pengambilan keputusan terhadap objek atau situasi yang sifatnya sangat spesifik. Kehadiran nilai-nilai positif dalam diri seseorang akan membantu mereka mengambil posisi ketika berhadapan dengan situasi atau masalah, sebagai bahan evaluasi ketika membuat keputusan dalam kehidupan sehari-hari”. Jadi setiap keputusan yang diambil oleh seseorang merupakan pantulan yang bersumber dari dalam yang tertanam pada diri seseorang, sebab itu usaha-usaha untuk memperkaya diri dengan nilai-nilai yang baik, menyadari nilai-nilai kebaikan dalam diri dan memahamami lingkungan dengan cermat bagi pemimpin pembelajaran adalah sangat dibutuhkan agar keputusan yang diambil akan tepat dan bermakna bagi institusi yang ia pimpin.
Di modul 2.3 dijelaskan bahwa salah satu tugas pemimpin pembelajaran adalah melaksanakan supervise akademik, supervisi akademik sangat berorientasi pada pemberdayaan. Demikian juga dengan pemimpin pembelajaran secara umum kerja-kerja yang mereka lakukan akan banyak berorientasi pada pemberdayaan potensi lingkungannya termasuk orang-orang yang ada didalamnya lewat sebuah keputusan-keputusan yang tepat, jika saja pengambilan keputusan tidak tepat maka akan sangat sulit bagi seorang pemimpin untuk memberdayakan lingkungannya.
Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?Sebagaimana disebutkan dalam poin-poin di atas, bahwa keputusan yang dibuat haruslah mengutamakan nilai-nilai kebajikan dan bersifat objektif (menempatkan keputusan pada tempat yang seharusnya), kondisi social emosional yang tidak baik sangat berpotensi bagi seorang pempimpin untuk membuat keputusan yang bias sebab kondisi sosial yang tidak baik akan sulit bagi seseorang untuk menentukan pilihan yang tepat diantara banyak pilihan, disamping juga kondisi sosial yang tidak baik menyebabkan tertutupnya bagi seorang pemimpin untuk menerima informasi-informasi pilihan dari luar, sedangkan kondisi emosional yang tidak baik akan merusak kehadiran penuh dan kesadaran diri dalam memposisikan jabatannya diantara keputusan-keputusan yang harus ia buat, tidak berada dalam kesadaran diri yang baik akan mengakibatkan cara pandang seorang pemimpin akan sempit namun tidak focus, sehingga keputusan yang ia buat akan jauh dari sifat objektif. Keputusan dalam hal dilema etika (benar vs benar) sudah tentu akan lebih sulit dibuat dibandingkan dengan bujukan moral (benar vs salah), oleh karena itu kesadaran diri dan kehadiran penuh seorang pemimpin sangat diperlukan agar keputusan dilemma etika yang ia buat dapat diterima dengan baik oleh semua.
Masalah moral atau etika tidak berkaitan langsung dengan masalah salah atau adanya pelanggaran aturan (dalam beberapa hal bahkan aturan-aturan dapat disiasati), terlebihn lagi masalah etika yang membuat kabu periahal pelanggran aturan karena dua-duanya ada alas an pembenaran, dalam studi kasus-kasus yang ada masalah etika dan moral ini dikembalikan keyakinan yang tumbuh dalam seseorang jika dalam dirinya tumbuh cara pandang yang yang mengedepankan nilai-nilai kebajikan maka dalam setiap keputusan yang diambil akan terlihat penuh dengan nilai-nilai kebajikan, demikian pula sebaliknya. Jadi pengetahuan dan cara pandang seorang pemimpin pembelajaran apakah berpiha pada murid atau tidak akan terlihat dengan jelas pada setiap keputusannya.
Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.Pengambilan
keputusan yang tepat haruslah dilandasi oleh proses membuat keputusan tersebut
yang tepat pula serta mengikuti proses yang logis dan objektif, dalam ranah
praksis tentunya mengikuti 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.
Supaya keputusan yang diambil berdampak pada limgkungan yang positif, kondusif,
aman dan nyaman maka yang utama adalah keputusan tersebut harus dapat diterima
oleh semua pihak. Pada akhirnya kecakapan pengambilan keputusan yang tepat
sangat dipengaruhi oleh kemampuan seorang pemimpin pembelajaran dalam melakukan
refleksi dan meninjau kembali pkeputusan-keputusan yang pernah ia buat.
Tantangan yang sering muncul di lingkungan saya dalam pengambilan keputusan:
- Kurangnya pengetahuan dan kesadaran para pihak terutama pihak intern sekolah seperti guru akan situasi-situasi dilema etika, sehingga masing-masing berusaha dengan maksimal mempertahankan pendapat masing-masing dalam sebuah dinamika organisasi sekolah.
- Jika kasusnya terjadi dengan unsur di luar sekolah maka pihak sekolah sebagai representasi pemerintah diharapkan oleh pihak luar tersebut adalah institusi pemerintah yang sudah seharusnya berpihak pada mereka
- Tidak efektifnya organisasi structural yang ada di sekolah (wali kelas, wakil, kepala program, bahkan pengawas dan lain-lain), sehingga setiap keputusan yang diambil oleh kepala sekolah tidak berdampak sebagaimana yang diinginkan.
Tantangan ini tentu saja berkaitan dengan perubahan paradigma di sekolah, sebab kasus-kasus yang muncul sering sekali melibatkan unsur di luar sekolah. Jika saja semua pihak yang berkepentingan di sekolah mempunyai paradigma yang seiring sejalan dengan pimpinan maka setiap keputusan yang diambil oleh pimpinan dapat diterima semua
Salah
satu pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan oleh pemimpin pembelajaran adalah
berpihak kepada murid, modul 1.1 PGP dengan terang benderang menyebutkan bahwa
salah satu intisari alam pikiran yang harus dibangun dalam aktifitas dunia
pendidikan adalah “berpihak pada murid”, sebagaimana yang menjadi pokok pikiran
Ki Hajar Dewantara. Sisi mata uang lain “berpihak pada murid” adalah terciptanya
sistem pendidikan yang memerdekakan peserta didik hal ini berari peserta didik akan mempunyai
kesempatan untuk mengatur dirinya sendiri dengan cara yang menurut mereka
sangat sesuai. Setiap keputusan yang diambil oleh pemimpin pembelajaran yang
berpihak pada murid sekaligus berarti memberi ruang yang sama bagi upayanya
membebaskan para murid untuk mengaturv diri mereka sendiri. Terlebih lagi jika
keputusan tersebut dalam kasus yang berkaitan dengan memberi kesempatan kepada
anak untuk belajar, misalnya berkaitan dengan upaya murid melanjutkan jenjang
pendidikan. Dalam membuat keputusan yang tepat dengan murid yang berbeda-beda dapat
dilakukan
Mengingat
ragamnya latar belakang murid mulai dari segi gaya belajar hingga latar
belakang ekonomi maka pencapaian pembelajarannya juga beragam dan terdapat
keragaman pula dalam merespon cara guru menyampaikan materi pembelajaran.
Demikian juga misalnya keragaman dalam partisipasi pembelajaran, bakat dan
minat, jika saja pemimpin pembelajaran tidak tepat dalam memutuskan sesuatu
maka keragaman ini dianggap sebuah kealpaan padahal sebaliknya keragaman yang
ada adalah sisi yang harus diketahui seorang pemimpin pembelajaran. Jadi jika
saja keragaman dianggap sebuah penghakiman kealpaan, kurang partisipasi, tidak
cakap, tidak kompeten dan kalimat negative lainnya tentu akan merusak
mentalitas murid untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat. Proses pembelajaran
murid akan selalu dihatui oleh kalimat-kalimat negatif tersebut, sehingga hilang
kesempatan bagi murid untuk dapat hidup sesaui zamannya
- Setiap keputusan pemimpim pembelajaran haruslah memutuskan sesuatu derngan paradigma “berpihak pada murid”, sehingga setiap keputusan yang dibuat dapat diterima semua pihak
- Dilema etika akan lebih sulit diputuskan oleh pemimpin pembelajaran dibandingkan dengan bujukan moral, dilemma etika mengharuskan pemimpin pembelajaran memperbanyak masukan ide dan pertimbangan.
- Setiap keputusan haruslah mengikuti diantara 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.
- Setiap keputusan yang sudah dibuat haruslah terbuka untuk dikaji ulang setelah dilakukan refleksi oleh pemimpin pembelajaran
- Dilema etika adalah pertentangan
pilihan dalam suatu kasus dimana kedua pihak yang bertentangan mempunyai alasan
yang benar sama-sama benar (benar vs benar)
- Bujukan moral adalah pertantang dalam suatu
kasus dimana salah satu mempunyai alasan yang benar, dan yang lainnya tidak
mempunyai alasan yang benar atau tidak benar juga tidak salah (benar vs
salah/tidak benar)
- Setiap keputusan yang dibuat dalam hal dilemma etika tidak terlepas dari 4 paradigma dibawah ini:
b. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking), berprinsip menjalankan aturan yang telah dibuat (dirancang sebelumnya)
c. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking), selalu melihat kesalahan orang lain dengan rasa empati (melihat kesalahan orang lain dengan membandingkan dengan dirinya sendiri)
- Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan, supaya dapat memastikan pola yang terjadi
- Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini, supaya dapat mendapatkan gambaran cara menyelesaikan
- Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini, supaya dapat memastikan langkah awal dalam menyelesaikan
- Pengujian benar atau salah: Uji Legal, Uji Regulasi/Standar Profesional, Uji Intuisi, Uji Publikasi, Uji Panutan/Idola
- Pengujian Paradigma Benar lawan Benar.
- Melakukan Prinsip Resolusi
- Investigasi Opsi Trilema, agar mendapatkan jalan alternatif keputusan
- Buat Keputusan
- Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan; supaya mendapatkan pelajaran
Sebelum
mempelajari modul ini saya pernah
menerapkan pengambilan keputusan dalam situasi dilema. Bedanya dengan sebelum
mempelajari modul ini adalah pada masa sebelum mempelajari modul ini pengambilan
keputusan yang saya ambil ukurannya adalah “perasaan” yang tidak diliputi
dengan nilai-nilai ilmiah dalam pengambilan keputusan, ukuran perasaan dalam
memutuskan sesuatu sangat bergantung pada pengalaman-pengalaman pribadi
sebelumnya dan lingkup pengetahuan terhadap kasus yang mirip, sehingga tidak
ada metode yang fix dan bisa diuji.
Dampak
mempelajari modul ini bagi saya terutama antara lain: semakin memiliki rasa
percaya diri dalam membuat keputusan-keputusan dalam ruang lingkup
pembelajaran/pendidikan, terbentuk keyakinan dalam diri saya bahwa semua
masalah akan dapat diselesaikan dengan baik. Yang kedua saya memiliki metode
yang fix, ilmiah dan bisa diuji dalam membuat keputusan-keputusan di lingkup
pendidikan sehingga nantinya keputusan yang saya buat dapat
dipertanggungjawakan secara etik dan estetik.
Mempelajari
modul ini sangat penting bagi saya sebagai seorang guru, sebab hampir setia
saat saya menghadapi masalah etika dan moral di sekolah, dengan adanya
pengetahuan ini bisa membekali saya lebih terampil dalam membuat
keputusan-keputusan penting dalam lingkup kerja baik di lingkungan sekolah
maupun diluar aktifitas sekolah.
Komentar