Cakologi Kalau anda mencari di google tentang pengertian cakologi maka akan muncul penayangan tentang ekologi, sebab kata terdekat cakologi dalam mesin google adalah ekologi. Di Aceh belahan Barat Selatan "cako" lebih tepatnya "ek cako" adalah kotoran gigi yang tidak pernah disikat (tetapi secara spesifik ia bukanlah sisa-sisa kopi atau tembakau), "ek cako" memang sebagai lapisan yang muncul akibat kurang menggososk gigi, dan menggosok gigi pada tahun70-an kebawah biasanya di pedesaan dengan menggunakan arang sisa pembakaran kayu di dapur yang kemudian dihaluskan, arang ternyata juga menjadi pembunuh kuman yang efektif, tetapi mungkin tidak seefektif dan sepraktis cairan moutwash yang kita jumpai saat ini. Belakangan, setelah hampir semua produk kosmetik dan kesehatan menyerang Aceh (kira-kira dasawarsa 90-an) "ek cako" sudah semakin jarang terlihat karena dengan mudah semua kita mendapati sikat gigi dengan pastanya. Hilang dalam d...
Postingan populer dari blog ini
SAWAH SEMAKIN BERKURANG Oleh: Muhammad Taufiq Muhdi* Lahan sawah terus saja berubah, ada yang menjadi tempat pemukiman dan sebagian lain berubah menjadi lahan non-pangan/sayuran diseluruh belahan bumi Aceh, tanpa disadari bahwa menghilang dan berubahnya sawah menjadi lahan bangunan dan lahan non tanaman pangan adalah salah satu ancaman serius dalam mempertahankan kedaulatan pangan karbohidrat kita. Data perubahan lahan di Aceh menunjukkan bahwa dalam periode 2009-2012 terjadi penyusutan lahan sawah seluas 60.000 Ha lebih, sementara penambahan luas dalam tahun 2013 hanya sekitar 3500 Ha, kondisi ini menunjukkan bahwa sama sekali belum berimbang antara luas penyusutan dengan luas penambahan, jika saja kita asumsikan jumlah penambahan setiap tahuan secara konsisten adalaah 3500 ha maka dalam sepuluh tahun pun belum mampu mengimbangi penyusutan luas lahan dalam periode 2009-2012, paling tidak kita membutuhkan waktu 20 tahun untuk mengejar penyusutan tahun 2009-2012 dengan ...
Reaktualisasi Pemikiran KHD
Oleh: M. Taufiq* Bagi beberapa guru diantara kita mungkin lebih memahami pikiran-pikiran menegenai pendidikan yang di sampaikan oleh beberapa pemikir Barat dibandingkan dengan pemikiran-pemikiran yang berasal dari negara kita sendiri, misalnya kita lebih mengenal Dewey dibadingkan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD). Salahkah demikian, tentu jawabannya tidak sebab dalam beberapa bagian pemikiran mereka berdua berada dalam sebuah irisan yang saling menguatkan, apalagi jika dikaitkan dengan kepentingan praktis misalnya dalam beberapa tes guru (katakanlah tes kompetensi guru) bisa saja soal mengenai pemikiran Dewey lebih menarik dimunculkan oleh si pembuat soal dibandingkan pertanyaan mengenai pemikiran KHD. Dalam konteks yang sempit hal ini penulis alami sendiri selama menjalani profesi guru; keberadaan filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara seolah tak perlu disentuh atau di reaktualisasikan kembali dalam melihat masa depan pendidikan Indonesia. Tut Wuri Handayani yang...

Komentar